Jumat, 03 November 2017

Ethical Governance

Diposting oleh Unknown di 07.23
Nama : Arysti Safira Wulandari
NPM  : 21214721
Kelas  : 4EB21


Tanggung Jawab Korporasi sebagai Awal Mula Implementasi Good Corporate Governance
Pelaksanaan good corporate governance (GCG) sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perusahaan untuk berkembang dengan baik dan sehat. Kaen (2003) mendefinisikan corporate governance sebagai sesuatu tentang siapa yang mengontrol perusahaan dan mengapa dia mengontrol. Cadburry Committe pada tahun 1992, mendefinisikan corporate governance sebagai prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawaban kepada shareholder khususnya, dan stakeholder pada umumnya. Sementara itu Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan corporate governance sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Shleifer dan Vishny (1997) mendefinisikan corporate governance sebagai caracara untuk memberikan keyakinan pada para pemasok dana perusahaan akan diperolehnya return atas investasi mereka (Darmawati, 2007).
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance / KNKCG (2004) dalam pedoman good corporate governance perbankan Indonesia mengungkapkan bank sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam melaksanakan kegiatan usahanya bank harus menganut prinsip keterbukaan (transparency), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate values, sasaran usaha dan strategi bank sebagai pencerminan akuntabilitas bank (accountability), berpegang pada prudential banking practices dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung-jawab bank (responsibility), objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam pengambilan keputusan (independency), serta senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (fairness).
Dalam hubungan dengan prinsip tersebut perusahaan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
A. Keterbukaan (Transparency)
 1. Bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya.
2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi tapi tidak terbatas pada hal-hal yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, cross shareholding, pejabat eksekutif, pengelolaan risiko (risk management), sistem pengawasan dan pengendalian intern, status kepatuhan, sistem dan pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi bank.
 3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
 4. Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan stakeholders) dan yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut.

B. Akuntabilitas (Accountability)
1. Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari masing-masing organ organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan.
2. Bank harus meyakini bahwa semua organ organisasi bank mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami perannya dalam pelaksanaan GCG.
 3. Bank harus memastikan terdapatnya check and balance system dalam pengelolaan bank.
4. Bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai perusahaan (corporate values), sasaran usaha dan strategi bank serta memiliki rewards and punishment system.
 C. Tanggung Jawab (Responsibility)
1. Untuk menjaga kelangsungan usahanya, bank harus berpegang pada prinsip kehati-hatian (prudential banking practices) dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku.
 2. Bank harus bertindak sebagai good corporate citizen (perusahaan yang baik) termasuk peduli terhadap lingkungan dan melaksanakan tanggung jawab sosial.
D. Independensi (Independency)
 1. Bank harus menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholder manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak serta bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest).
2. Bank dalam mengambil keputusan harus obyektif dan bebas dari segala tekanan dari pihak manapun.
 E. Kewajaran (Fairness)
 1. Bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (equal treatment).
2. Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.

Etika Bisnis menuju Implementasi Good Corporate Governance dalam Kegiatan Perusahaan
Etika dibutuhkan dalam bisnis ketika manusia mulai menyadari bahwa kemajuan dalam bidang bisnis justru telah menyebabkan manusia semakin tersisih nilai-nilai kemanusiaannya (humanistic). Sehingga, di kalangan pelaku bisnis muncul mitos bahwa bisnis adalah bisnis. Bisnis hanyalah mengabdi pada keuntungan sebanyak-banyaknya (profit oriented). Dalam kaitan ini Branson dan Dauglas (2001) menyebutnya sebagai mitos bisnis amoral. Telah bergulir suatu image, bahwa bisnis tidak boleh (jangan) dicampuradukkan dengan moral. Karena tuntutan publik dan hukum itulah, maka bisnis saat ini harus memberlakukan “being ethical and social responsibility”. Dengan berlaku etis dan mempunyai tanggung jawab sosial, bisnis akan langgeng dan akan terjadi hubungan jangka panjang dengan pelanggan, pemasok, dan pihak lainnya. Pelanggan akan membeli produk sebuah perusahaan yang mempunyai reputasi terbaik dalam tanggung jawab sosial bilamana kualitas, pelayanan, dan harga sama di antara para pesaing (Prawirokusumo, 2006).
Etika bisnis mempunyai pengaruh lebih luas daripada peraturan formal. Melanggar atau melupakan masalah etika akan menghancurkan kepercayaan. Kegiatan untuk mencari etika bisnis tersebut menyangkut empat macam kegiatan, yaitu:
1. Menerapkan prinsip-prinsip etika umum pada khususnya atau praktek-praktek khusus dalam bisnis menyangkut apa yang dinamakan meta-etika.
2. Menyoroti moralitas sistem ekonomi pada umumnya serta sistem ekonomi suatu negara pada khususnya.
3. Meluas melampaui bidang etika
4. Menelaah teori ekonomi dan organisasi.
Seperti yang kita ketahui bahwa dunia etika adalah dunia filsafat, nilai dan moral. Sedangkan dunia bisnis adalah dunia keputusan dan tindakan. Etika berkenaan dengan persoalan baik atau buruk, sedangkan bisnis adalah dunia konkrit dan harus mewujudkan apa yang telah diputuskan. Hakikat moral adalah tidak merugikan orang lain. Artinya moral senantiasa bersifat positif atau mencari kebaikan. Dengan demikian sikap dan perbuatan dalam konteks etika bisnis yang dilakukan oleh semua orang yang terlibat, akan menghasilkan sesuatu yang baik atau positif, bagi yang menjalankannya maupun bagi yang lain. Sikap dan perbuatan yang seperti itu tidak akan menghasilkan situsai “win-lose”, tetapi akan menghasilkan situasi “win-win”. Apabila moral adalah nilai yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesutau, maka etika adalah rambu-rambu atau patokan yang ditentukan oleh pelaku atau kelompoknya. Karena moral bersumber pada budaya masyarakat, maka moral dunia usaha nasional tidak bisa berbeda dengan moral bangsanya. Moral pembangunan haruslah juga menjadi moral bisnis pengusaha Indonesia.
Selain itu, etika bisnis juga membatasi keuntungan, sebatas tidak merugikan masyarakat. Kewajaran merupakan ukuran yang relatif, tetapi harus senantiasa diupayakan. Etika bisnis bisa mengatur bagaimana keuntungan digunakan. Meskipun keuntungan merupakan hak, tetapi penggunaannya harus pula memperhatikan kebutuhan dan keadaan masyarakat sekitar. Jadi etika bisnis yang didambakan bagi para pelaku usaha tidak akan dipraktikkan dengan sendirinya oleh kalangan dunia usaha tanpa adanya “aturan main” yang jelas bagi dunia usaha itu sendiri. Jika tidak menjalankan etika bisnis, taruhannya adalah reputasi dan kepercayaan, sedangkan dalam berbisnis kedua hal tersebut merupakan faktor utama. Hal ini sejalan dengan tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat menjaga kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Karena Etika bisnis merupakan pola bisnis yang tidak hanya peduli pada profitabilitasnya saja, tapi juga memperhatikan kepentingan stakeholder-nya.
Etika bisnis tidak bisa terlepas dari etika personal, keberadaan mereka merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi. Memahami teori etika pada dasarnya berguna untuk merumuskan dan mengambil nilai-nilai kebenaran, yang oleh individu ataupun masyarakat menjadi dasar bertindak. Tetapi, di sisi lain, pemahaman terhadap etika bisa juga berfungsi untuk menggeledah nilai-nilai kebenaran yang selama ini dianggap sudah mapan. Apapun fungsinya yang diambil, pastilah akan menemukan kenyataan bahwa nilainilai kebenaran itu ternyata beragam. Oleh karena itu maka manusia diharapkan dapat bijaksana dalam menerapkan ragam kebenaran secara profesional. Sehingga dalam dunia bisnis, otonomi, aspek kebebasan dan tanggung jawab menjadi titik pangkal dan landasan operasi bagi bisnis. Hal tersebut tentunya dilakukan prakteknya menggunakan etika dalam berbisnis sebagaimana mestinya, karena semua itu berhubungan dengan manusia baik secara individual maupun kelompok dalam hal ini terjadi interaksi antar manusia dalam berbisnis. Atas dasar itu, etika dan tanggung jawab sosial sudah menjadi bagian dari proses perencanaan strategis perusahaan. Bahkan beberapa perusahaan terkemuka sekarang ini sudah mempunyai Code of Conduct dan juga sudah mempunyai kode etika perusahaan yang dipatuhi oleh semua karyawan. Code of Conduct tersebut bisa menjadi norma hukum bagi penegakan Good Coorporate Governance di perusahaan. Seperti misalnya, inisiatif yang dilakukan dari sektor swasta melalui asosiasi-asosiasi bisnis dan profesi telah melahirkan Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI).
Tujuan dan obyektif didirikan FCGI meningkatkan kesadaran dan mensosialisasi-kan prinsip dan aturan mengenai Governance, Corporate Governance, dan Corporate social Responsibility (CSR) kepada dunia bisnis di Indonesia dengan mengacu kepada international best practice sehingga memperoleh manfaat dalam melaksanakan prinsip dan aturan yang sesuai dengan standar GCG dan CSR (FCGI, 2005). Selama lima tahun terakhir FCGI telah melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mengimplementasikan prinsip GCG. Bentuk kegiatannya sebatas memberikan informasi, memberikan bantuan konsultasi, dan sosialisasi prinsip-prinsip GCG kepada perusahaan, badan pemerintah, mahasiswa dan pihak-pihak yang berminat. Selain dari itu terbentuk pula institut-institut yang berkecimpung di bidang corporate governance, misalnya: Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) dan Institute for Corporate Directorship.
Good Corporate Governance sebaiknya dianggap sebagai aset yang tidak berwujud yang akan memberikan hasil balik yang memadai dalam hal memberikan nilai tambah perusahaan dan GCG juga sebagai way of life atau kultur perusahaan yang dapat dimanfaatkan dalam proses pengambilan keputusan serta pedoman perilaku manajemen. Oleh karena itu, ke depan setiap bidang atau sektor akan menerbitkan Pedoman GCG yang bersifat voluntary dan harus memuat hal pokok tentang kewajiban pemenuhannya bersifat “mandatory” dan juga dimasukan system reward and punishment (Siahaan, 2004)

KESIMPULAN
1. CSR mewakili kompromi antara etika dan perilaku-perilaku tertentu. CSR muncul untuk meningkatkan image perusahaan di dalam masyarakat di mana perusahaan itu menjalankan kegiatan usahanya. Ide untuk menjadikan kepedualian sosial perusahaan sebagai unsur pemasaran. Perencanaan sosial harus selalu masuk dalam rencana strategik perusahaan. Kegiatan sosial tersebut bukan suatu biaya, tetapi merupakan suatu investasi.
2. Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik.
3. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika
4. Good Corporate Governance sebaiknya dianggap sebagai aset yang tidak berwujud yang akan memberikan hasil balik yang memadai dalam hal memberikan nilai tambah perusahaan dan GCG juga sebagai way of life atau kultur perusahaan yang dapat dimanfaatkan dalam proses pengambilan keputusan serta pedoman perilaku manajemen.

Referensi: 

Raharjo,Kharis. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: DARI ETIKA BISNIS MENUJU IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE. http://jurnal.unpand.ac.id/index.php/dinsain/article/viewFile/144/141 (diakses 30 Oktober 2017)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Everything About Arysti's © 2010 Web Design by Ipietoon Blogger Template and Home Design and Decor