Nama : Arysti Safira Wulandari
NPM : 21214721
Kelas : 4EB21
Tanggung
Jawab Korporasi sebagai Awal Mula Implementasi Good Corporate Governance
Pelaksanaan good
corporate governance (GCG) sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan
masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perusahaan
untuk berkembang dengan baik dan sehat. Kaen (2003) mendefinisikan corporate
governance sebagai sesuatu tentang siapa yang mengontrol perusahaan dan mengapa
dia mengontrol. Cadburry Committe pada tahun 1992, mendefinisikan corporate
governance sebagai prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar
mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam
memberikan pertanggungjawaban kepada shareholder khususnya, dan stakeholder
pada umumnya. Sementara itu Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
mendefinisikan corporate governance sebagai sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan. Shleifer dan Vishny (1997) mendefinisikan corporate
governance sebagai caracara untuk memberikan keyakinan pada para pemasok dana
perusahaan akan diperolehnya return atas investasi mereka (Darmawati, 2007).
Komite Nasional Kebijakan
Corporate Governance / KNKCG (2004) dalam pedoman good corporate governance
perbankan Indonesia mengungkapkan bank sebagai lembaga intermediasi dan lembaga
kepercayaan, dalam melaksanakan kegiatan usahanya bank harus menganut prinsip
keterbukaan (transparency), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank
berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate values, sasaran usaha
dan strategi bank sebagai pencerminan akuntabilitas bank (accountability),
berpegang pada prudential banking practices dan menjamin dilaksanakannya
ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung-jawab bank (responsibility),
objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam pengambilan keputusan
(independency), serta senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders
berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (fairness).
Dalam hubungan dengan
prinsip tersebut perusahaan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
A.
Keterbukaan (Transparency)
1. Bank harus mengungkapkan informasi secara
tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah
diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya.
2. Informasi yang harus
diungkapkan meliputi tapi tidak terbatas pada hal-hal yang bertalian dengan
visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan
dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, cross shareholding, pejabat
eksekutif, pengelolaan risiko (risk management), sistem pengawasan dan
pengendalian intern, status kepatuhan, sistem dan pelaksanaan GCG serta kejadian
penting yang dapat mempengaruhi kondisi bank.
3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank
tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
4. Kebijakan bank harus tertulis dan
dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan stakeholders) dan yang berhak
memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut.
B.
Akuntabilitas (Accountability)
1. Bank harus menetapkan
tanggung jawab yang jelas dari masing-masing organ organisasi yang selaras
dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan.
2. Bank harus meyakini
bahwa semua organ organisasi bank mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung
jawabnya dan memahami perannya dalam pelaksanaan GCG.
3. Bank harus memastikan terdapatnya check and
balance system dalam pengelolaan bank.
4. Bank harus memiliki
ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang
disepakati konsisten dengan nilai perusahaan (corporate values), sasaran usaha
dan strategi bank serta memiliki rewards and punishment system.
C. Tanggung Jawab (Responsibility)
1. Untuk menjaga
kelangsungan usahanya, bank harus berpegang pada prinsip kehati-hatian
(prudential banking practices) dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang
berlaku.
2. Bank harus bertindak sebagai good corporate
citizen (perusahaan yang baik) termasuk peduli terhadap lingkungan dan
melaksanakan tanggung jawab sosial.
D.
Independensi (Independency)
1. Bank harus menghindari terjadinya dominasi
yang tidak wajar oleh stakeholder manapun dan tidak terpengaruh oleh
kepentingan sepihak serta bebas dari benturan kepentingan (conflict of
interest).
2. Bank dalam mengambil
keputusan harus obyektif dan bebas dari segala tekanan dari pihak manapun.
E. Kewajaran (Fairness)
1. Bank harus senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran
(equal treatment).
2. Bank harus memberikan
kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk memberikan masukan dan
menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai akses terhadap
informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.
Etika
Bisnis menuju Implementasi Good Corporate Governance dalam Kegiatan Perusahaan
Etika dibutuhkan dalam
bisnis ketika manusia mulai menyadari bahwa kemajuan dalam bidang bisnis justru
telah menyebabkan manusia semakin tersisih nilai-nilai kemanusiaannya
(humanistic). Sehingga, di kalangan pelaku bisnis muncul mitos bahwa bisnis
adalah bisnis. Bisnis hanyalah mengabdi pada keuntungan sebanyak-banyaknya
(profit oriented). Dalam kaitan ini Branson dan Dauglas (2001) menyebutnya
sebagai mitos bisnis amoral. Telah bergulir suatu image, bahwa bisnis tidak
boleh (jangan) dicampuradukkan dengan moral. Karena tuntutan publik dan hukum
itulah, maka bisnis saat ini harus memberlakukan “being ethical and social
responsibility”. Dengan berlaku etis dan mempunyai tanggung jawab sosial,
bisnis akan langgeng dan akan terjadi hubungan jangka panjang dengan pelanggan,
pemasok, dan pihak lainnya. Pelanggan akan membeli produk sebuah perusahaan
yang mempunyai reputasi terbaik dalam tanggung jawab sosial bilamana kualitas,
pelayanan, dan harga sama di antara para pesaing (Prawirokusumo, 2006).
Etika bisnis mempunyai
pengaruh lebih luas daripada peraturan formal. Melanggar atau melupakan masalah
etika akan menghancurkan kepercayaan. Kegiatan untuk mencari etika bisnis
tersebut menyangkut empat macam kegiatan, yaitu:
1. Menerapkan
prinsip-prinsip etika umum pada khususnya atau praktek-praktek khusus dalam
bisnis menyangkut apa yang dinamakan meta-etika.
2. Menyoroti moralitas
sistem ekonomi pada umumnya serta sistem ekonomi suatu negara pada khususnya.
3. Meluas melampaui
bidang etika
4. Menelaah teori ekonomi
dan organisasi.
Seperti yang kita ketahui
bahwa dunia etika adalah dunia filsafat, nilai dan moral. Sedangkan dunia
bisnis adalah dunia keputusan dan tindakan. Etika berkenaan dengan persoalan
baik atau buruk, sedangkan bisnis adalah dunia konkrit dan harus mewujudkan apa
yang telah diputuskan. Hakikat moral adalah tidak merugikan orang lain. Artinya
moral senantiasa bersifat positif atau mencari kebaikan. Dengan demikian sikap
dan perbuatan dalam konteks etika bisnis yang dilakukan oleh semua orang yang terlibat,
akan menghasilkan sesuatu yang baik atau positif, bagi yang menjalankannya
maupun bagi yang lain. Sikap dan perbuatan yang seperti itu tidak akan
menghasilkan situsai “win-lose”, tetapi akan menghasilkan situasi “win-win”.
Apabila moral adalah nilai yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak
melakukan sesutau, maka etika adalah rambu-rambu atau patokan yang ditentukan
oleh pelaku atau kelompoknya. Karena moral bersumber pada budaya masyarakat,
maka moral dunia usaha nasional tidak bisa berbeda dengan moral bangsanya.
Moral pembangunan haruslah juga menjadi moral bisnis pengusaha Indonesia.
Selain itu, etika bisnis
juga membatasi keuntungan, sebatas tidak merugikan masyarakat. Kewajaran
merupakan ukuran yang relatif, tetapi harus senantiasa diupayakan. Etika bisnis
bisa mengatur bagaimana keuntungan digunakan. Meskipun keuntungan merupakan
hak, tetapi penggunaannya harus pula memperhatikan kebutuhan dan keadaan
masyarakat sekitar. Jadi etika bisnis yang didambakan bagi para pelaku usaha tidak
akan dipraktikkan dengan sendirinya oleh kalangan dunia usaha tanpa adanya
“aturan main” yang jelas bagi dunia usaha itu sendiri. Jika tidak menjalankan
etika bisnis, taruhannya adalah reputasi dan kepercayaan, sedangkan dalam
berbisnis kedua hal tersebut merupakan faktor utama. Hal ini sejalan dengan
tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat menjaga kinerja perusahaan dalam
jangka panjang. Karena Etika bisnis merupakan pola bisnis yang tidak hanya
peduli pada profitabilitasnya saja, tapi juga memperhatikan kepentingan
stakeholder-nya.
Etika bisnis tidak bisa
terlepas dari etika personal, keberadaan mereka merupakan kesatuan yang tidak
terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi. Memahami teori etika pada
dasarnya berguna untuk merumuskan dan mengambil nilai-nilai kebenaran, yang
oleh individu ataupun masyarakat menjadi dasar bertindak. Tetapi, di sisi lain,
pemahaman terhadap etika bisa juga berfungsi untuk menggeledah nilai-nilai
kebenaran yang selama ini dianggap sudah mapan. Apapun fungsinya yang diambil,
pastilah akan menemukan kenyataan bahwa nilainilai kebenaran itu ternyata
beragam. Oleh karena itu maka manusia diharapkan dapat bijaksana dalam
menerapkan ragam kebenaran secara profesional. Sehingga dalam dunia bisnis,
otonomi, aspek kebebasan dan tanggung jawab menjadi titik pangkal dan landasan
operasi bagi bisnis. Hal tersebut tentunya dilakukan prakteknya menggunakan
etika dalam berbisnis sebagaimana mestinya, karena semua itu berhubungan dengan
manusia baik secara individual maupun kelompok dalam hal ini terjadi interaksi
antar manusia dalam berbisnis. Atas dasar itu, etika dan tanggung jawab sosial
sudah menjadi bagian dari proses perencanaan strategis perusahaan. Bahkan
beberapa perusahaan terkemuka sekarang ini sudah mempunyai Code of Conduct dan
juga sudah mempunyai kode etika perusahaan yang dipatuhi oleh semua karyawan.
Code of Conduct tersebut bisa menjadi norma hukum bagi penegakan Good
Coorporate Governance di perusahaan. Seperti misalnya, inisiatif yang dilakukan
dari sektor swasta melalui asosiasi-asosiasi bisnis dan profesi telah
melahirkan Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI).
Tujuan dan obyektif
didirikan FCGI meningkatkan kesadaran dan mensosialisasi-kan prinsip dan aturan
mengenai Governance, Corporate Governance, dan Corporate social Responsibility
(CSR) kepada dunia bisnis di Indonesia dengan mengacu kepada international best
practice sehingga memperoleh manfaat dalam melaksanakan prinsip dan aturan yang
sesuai dengan standar GCG dan CSR (FCGI, 2005). Selama lima tahun terakhir FCGI
telah melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mengimplementasikan prinsip GCG.
Bentuk kegiatannya sebatas memberikan informasi, memberikan bantuan konsultasi,
dan sosialisasi prinsip-prinsip GCG kepada perusahaan, badan pemerintah, mahasiswa
dan pihak-pihak yang berminat. Selain dari itu terbentuk pula institut-institut
yang berkecimpung di bidang corporate governance, misalnya: Indonesia Institute
for Corporate Governance (IICG) dan Institute for Corporate Directorship.
Good Corporate Governance
sebaiknya dianggap sebagai aset yang tidak berwujud yang akan memberikan hasil
balik yang memadai dalam hal memberikan nilai tambah perusahaan dan GCG juga
sebagai way of life atau kultur perusahaan yang dapat dimanfaatkan dalam proses
pengambilan keputusan serta pedoman perilaku manajemen. Oleh karena itu, ke
depan setiap bidang atau sektor akan menerbitkan Pedoman GCG yang bersifat
voluntary dan harus memuat hal pokok tentang kewajiban pemenuhannya bersifat
“mandatory” dan juga dimasukan system reward and punishment (Siahaan, 2004)
KESIMPULAN
1. CSR mewakili kompromi
antara etika dan perilaku-perilaku tertentu. CSR muncul untuk meningkatkan
image perusahaan di dalam masyarakat di mana perusahaan itu menjalankan
kegiatan usahanya. Ide untuk menjadikan kepedualian sosial perusahaan sebagai unsur
pemasaran. Perencanaan sosial harus selalu masuk dalam rencana strategik
perusahaan. Kegiatan sosial tersebut bukan suatu biaya, tetapi merupakan suatu
investasi.
2. Etika bisnis adalah
standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap
karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik.
3. Paradigma etika dan
bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika
terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika
4. Good Corporate
Governance sebaiknya dianggap sebagai aset yang tidak berwujud yang akan
memberikan hasil balik yang memadai dalam hal memberikan nilai tambah
perusahaan dan GCG juga sebagai way of life atau kultur perusahaan yang dapat
dimanfaatkan dalam proses pengambilan keputusan serta pedoman perilaku
manajemen.
Referensi:
Raharjo,Kharis. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: DARI ETIKA
BISNIS MENUJU IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE. http://jurnal.unpand.ac.id/index.php/dinsain/article/viewFile/144/141
(diakses 30 Oktober 2017)
0 komentar:
Posting Komentar