Hak
Kekayaan Intelektual menurut kepustakaan hukum Anglo Saxon dikenal dengan sebutan Intellectual Property Rights. Kata ini kemudian diterjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia menjadi “Hak Milik Intelektual” lalu disempurnakan lagi
menjadi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dengan beberapa alasan sebagai berikut:
- Kata “hak milik” sebenarnya sudah merupakan istilah baku dalam kepustakaan hukum. Padahal tidak semua HAKI itu merupakan arti hak milik dalam arti yang sesungguhnya. Bisa jadi merupakan hak untuk memperbanyak saja atau untuk menggunakan dalam produk tertentu.
- HAKI sebenarnya merupakan bagian
dari benda, yaitu benda tidak berwujud. Benda dalam kerangka hukum perdata
dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai kategori. Salah satu diantara kategori
itu, adalah pengelompokan benda ke dalam klasifikasi benda berwujud dan benda
tidak berwujud. Untuk hal ini dapatlah dilihat batasan benda yang dikemukakan
oleh pasal 499 KUH Perdata, yang
berbunyi: menurut paham undang-undang
yang dimaksud dengan benda ialah tiap – tiap barang dan tiap-tiap benda yang
dikuasai oleh hak milik.”
Untuk pasal ini, kemudian Prof. Hamadi (penulis) menawarkan, seandainya dikehendaki rumusan lain dari pasal ini dapat ditawarkan kalimat sebagai berikut: yang dapat menjadi objek hak milik adalah benda dan benda itu terdiri dari barang dan hak.Benda immaterial yang berupa hak itu dapat kita contohkan seperti hak tagih, hak atas bunga uang, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak kekayaan intelektual dan sebagainya. Serupa dengan hak tagih, hak immaterial itu tidak mempunyai benda (berwujud) sebagai objeknya. Hak milik immaterial termasuk ke dalam hak-hak yang disebut pasal 499 KUH Perdata. Oleh karena itu, hak milik immaterial itu sendiri dapat menjadi objek dari suatu hak benda. Selanjutnya, hak benda adalah hak absolut atas sesuatu benda tetapi ada hak absolut yang obyeknya bukan benda. Itulah yang disebut dengan hak kekayaan intelektual (HAKI).
S
Secara garis besar, Hak Kekayaan Intelektual adalah wilayah hukum yang menangani hak-hak yang berhubungan dengan hasil
usaha kreatif manusia atau reputasi komersial dan goodwill.
Pengelompokkan HAKI:
1. Hak Cipta (Copy Rights)
2. Hak Kekayaan Perindustrian
(Industrial Property Rights)
Hak Cipta terbagi lagi
menjadi 2 bagian, yaitu:
·
Hak
Cipta
·
Hak
yang berpadu-padan dengan hak cipta (neighbouring
rights)
Neighbouring rights = lahir dari adanya hak cipta induk. Contohnya liputan pertandingan sepak bola adalah hak cipta sinematografi, tetapi untuk penyiarannya di televisi yakni berupa siaran adalah yang disebut dengan Neighbouring Rights.
Selanjutnya, hak kekayaan perindustrian dapat diklasifikasikan lagi
menjadi:
1. Patent (Paten)
Paten merupakan suatu hak khusus berdasarkan Undang-Undang diberikan
kepada si pendapat/si penemu atau menurut hukum pihak yang
berhak memperolehnya.
Contoh : Prof. Dr. Khoirul Anwar adalah pemilik paten sistem telekomunikasi 4G
berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) di Indonesia.
2. Industrial Design (Desain
Industrial)
Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau
warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk
tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat
diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai
untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau
kerajinan tangan.
Contoh : Smartphone merk A telah mencontek desain smartphone milik merk B walaupun tidak 100%, tetapi sudah termasuk pelanggaran HAKI.
3. Trade Merk (Merek Dagang)
Merk dagang adalah merk yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Contoh : Kasus merek DUNKIN’ DONUTS vs DONATS’ DONUTS di Yogyakarta karena adanya persamaan dalam bentuk tulisan, bentuk huruf dan kombinasi warna (pink dan oranye) antara merek DONAT’s DONUTS yang dipergunakan sebagai mana restoran (merek jasa) dengan bentuk tulisan dan kombinasi warna dengan merek DUNKIN’ DONUTS.
Merk dagang adalah merk yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Contoh : Kasus merek DUNKIN’ DONUTS vs DONATS’ DONUTS di Yogyakarta karena adanya persamaan dalam bentuk tulisan, bentuk huruf dan kombinasi warna (pink dan oranye) antara merek DONAT’s DONUTS yang dipergunakan sebagai mana restoran (merek jasa) dengan bentuk tulisan dan kombinasi warna dengan merek DUNKIN’ DONUTS.
4. Trade Names (Nama Niaga atau Nama
Dagang)
Nama yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Contoh : produk makanan seperti Del Monte merupakan family brand name yang akan menjadi ciri khas produk tersebut.
Nama yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Contoh : produk makanan seperti Del Monte merupakan family brand name yang akan menjadi ciri khas produk tersebut.
5. Trade Secret (Rahasia Dagang)
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
Contoh : Rahasia resep ayam KFC yang hanya diketahui oleh pihak KFC saja.
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
Contoh : Rahasia resep ayam KFC yang hanya diketahui oleh pihak KFC saja.
Dasar hukum Hak Kekayaan Intelektual:
·
UU
No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
·
UU
No. 7 Tahun 1987 tentang Merek
·
UU
No. 6 Tahun 1992 tentang Paten
·
UU No. 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
Contoh Kasus HAKI dan Penyelesaiannya:
Contoh Kasus HAKI dan Penyelesaiannya:
Pada
tahun 2007,terdapat kasus Yayasan Karya Cipta Indonesia melawan PT
Telekomunikasi Seluler (Telkomsel).Dalam perkara tersebut YKCI selaku penggugat
menyatakan bahwa karya cipta lagu yang telah diumumkan oleh Telkomsel dalam
bentuk Nada Sambung Pribadi (NSP) ada lebih dari 1500 karya cipta lagu dalam
negeri maupun luar negeri,Telkomsel tidak melakukan pembayaran royalti kepada
YKCI selaku pemegang hak cipta atas karya lagu-lagu tersebut.
Atas
perbuatan pelanggaran hak cipta ini,YKCI memperhitungkan Telkomsel telah
menimbulkan kerugian materiil bagi YKCI sebesar Rp.78.408.000.000,-.Selain
kerugian tersebut,YKCI menyatakan juga telah kehillangan keuntungan yang
seharusnya diharapkan dan atau didapatkan dari royalti yang tidak
dibayarkan.Sehingga YKCI menuntut Telkomsel untuk membayar secara tunai dan
sekaligus kehilangan keuntungan tersebut sebesar 10 % per bulan dari nilai
kerugian materiil.
Komentar
saya atas kasus tersebut :
Berdasarkan UU no 19 tahun 2002 yang sebagaimana telah ditetapkan mengenai hak cipta, menurut saya Telkomsel sudah melakukan pelanggaran hak cipta terhadap YKCI dan sudah sepantasnya diselesaikan lewat jalur hukum. Lagipula, konsekuensi dari suatu hak cipta lagu adalah
sebagai suatu hak yang eksklusif, maka setiap kegiatan pengumuman dari suatu
karya cipta lagu oleh usaha-usaha yang berkaitan dengan kegiatan komersil,wajib
hukumnya mendapat izin terlebih dahulu dari pencipta dan atau pemegang hak
ciptanya yang sah,seperti halnya dengan perbuatan perbanyakan suatu ciptaan
dengan tujuan komersial.
Dalam kasus YKCI melawan Telkomsel,hak ekonomi pencipta
lagu dan pemegang hak ciptanya (dalam hal ini adalah YKCI) telah dilanggar
dengan tidak dibayarkan royalti oleh Telkomsel ketika lagu-lagu yang hak
ciptanya dipegang oleh YKCI digunakan sebagai RBT atau NSP.Sebenarnya,penggunaan
lagu untuk RBT ini didasarkan pada perjanjian penyediaan konten Ring Back Tone antara perusahaan rekaman
dengan operator seluler.Dan perusahaan rekaman sendiri mendapatkan lisensi dari
pencipta.Akan tetapi,dalam praktiknya banyak pencipta lagu yang memberikan
lisensi tanpa batas waktu atau dengan mekanisme jual putus kepada produser atau
perusahaan rekaman untuk mengeksploitasi lagu mereka.Akibatnya,pencipta lagu
tak mendapat keuntungan ekonomis atas royalti lagunya,sementara produser atau
perusahaan rekaman terus menerus mengeksploitasi lagu tersebut.
Kejadian atas kasus tersebut tentunya menjadi cerminan
bahwa perlindungan terhadap hak-hak pencipta belum optimal dilakukan baik dari
segi pengaturan (perangkat hukum) maupun segi penegakannya.Belum adanya
peraturan pelaksana dari UUHC,belum adanya ketentuan spesifik yang mengatur
digitalisasi karya cipta lagu,belum adanya pengaturan jelas mengenai lembaga
manajemen kolektif pemungut royalti dan lemahnya penegakan maupun kesadaran
pentingnya perlindungan hak cipta dan sederet panjang persoalan lain menjadi
tugas berat yang harus diemban oleh pemerintah saat ini dalam menyambut era
digitalisasi.
Sumber : Saidin.1995.Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual.Jakarta:PT.Raja Grafindo
0 komentar:
Posting Komentar